Butet Kertaradjasa yang berangkat murni dari teater, mulai dikenal di dunia film Indonesia semenjak ia berperan sebagai salah satu tokoh di drama parodi politik di salah satu stasiun televisi swasta kita. Bahkan, beliau juga bermain dalam salah satu teater politik yang diputar di stasiun televisi swasta kita bersama dengan beberapa aktor teater yang –mungkin- kita tidak pernah tahu atau bahkan kita lihat sebelumnya. Bahkan, baru-baru ini ada suatu pementasan teater yang melibatkan beberapa pesinetron tenar di Indonesia.


Pertanyaan ini sangat sering diutarakan, bahkan oleh para pelaku (pemain teater dan sinetron) sendiri. Pertanyaan ini timbul juga karena ada beberapa pernyataan yang menyatakan bahwa dalam teater, kita dituntut untuk lebih ekspresif, pelatihan-pelatihan untuk menjadi pemain teater dikatakan sangat susah dan berat. Padahal, dalam kenyataannya, yang ditunjukkan dalam pementasan hampir sama dengan sinetron yang ada di televisi-televisi kita. Jadi, sebenarnya, apa sih perbedaannya?
Dari segi definisi kata, teater (theater) berasal dari kata Yunani, Theatron yang berarti ”tempat untuk menonton” adalah salah satu cabang seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting atau seni peran di depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari, dan lain-lain. Teater dapat berbentuk opera, ballet, kabuki, pantomim, taboo, dan lain sebagainya.
Sementara sinema elektronik, yang lebih dikenal dengan akronimnya yaitu sinetron, adalah sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita mengenai kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai oleh konflik. Akhir dari suatu sinetron bisa beragam, tergantung dari penulis skenario.
Dalam pelaksanaannya, sinetron memang lebih fleksibel, karena episodenya dapat diperpanjang berdasarkan kebutuhan, yang salah satunya untuk tujuan komersial. Misalnya, sinetronnya sedang naik daun, banyak iklan yang dipasang, dan berbagai alasan lainnya. Dalam teater, justru kita tidak dapat terlalu memperpanjang ceritanya, karena dapat membuat para penonton cenderung bosan. Dalam penayangan sinetron, ada iklan yang menjadi waktu rehat penonton, sementara dalam teater, penonton dituntut untuk berkonsentrasi pada keseluruhan pertunjukan yang disajikan.
Beberapa perbedaan secara teknis dan cara penyuguhan juga lumayan mencolok dalam teater dan sinetron. Dalam seni teater, pengucapan vokal harus sangat kuat, penggunaan ekspresi emosi harus extreme dan

Sementara itu, dalam seni drama sinetron, tidak memerlukan pengucapan vokal yang kuat, karena diperkuat dengan microphone, emosi tidak perlu kuat, karena akan diperkuat oleh kamera yang mengambil secara short shoot atau close up. Make up juga tidak harus berlebih, karena akan diperkuat dengan efek kamera.

Berdasarkan beberapa ulasan di atas mengenai teater dan sinetron. Dimulai dari definisinya, penerapan, hingga perbedaan secara teknisnya, maka dapat disimpulkan, bahwa teater dan sinetron memanglah dua cabang yang berbeda dari suatu seni pertunjukan, tapi tetap saja merupakan suatu penampilan yang dikemas secara apik sesuai dengan standar masing-masing untuk dinikmati oleh penonton kalangannya masing-masing.
EVA TARIDA - 51406038 -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar