Senin, 27 Oktober 2008

Manfaat, kerugian dan Penerapan Buku Sekolah Elektronik di Indonesia - devi 5140648



Mungkin di telinga kita-kita yang suka menamakan dirinya maniak internet istilah buku elektronik/ ebook sudah tidak asing ditelinga. Namun, tidak dengan rakyat Indonesia yang sebagian besar rakyatnya masih buta internet. Alhasil, pemerintah Indonesia mencoba terobosan terbaru dalam dunia teknologi dengan menciptakan buku sekolah elektronik yang disediakan bagi anak SMP dan SMA negri. Ciptaan ini terkesan bombasitis mengingat Indonesia selama ini adalah negara yang masih belum bisa bebas dari kertas, malah sekarang beralih ke internet. Bukankah Indonesia sekarang sedang dalam masa krisis yang berkepanjangan, apakah tidak mungkin buku elektronik membawa salah satu permasalahan baru?

Buku sekolah elekronik adalah sebuah produk yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Nasional Indonesia untuk menggantikan semua buku paket yang menggunakan kertas menjadi elektronik via internet. Sebenarnya, isi buku sekolah elektronik sama saja dengan isi buku biasa yang bisa berbentuk cerita, pelajaran, berita, dan gambar. Tetapi yang membedakan adalah isi bukunya di rekam secara elektronik yang bisa disimpan di dalam komputer. Dibandingkan dengan kertas memang buku elektronik merupakan sebuah buku yang tidak akan lapuk, karena bagi beberapa penerbit dengan menerbitkan buku sekolah elektronik, maka keuntungannya bisa berlipat ganda.

Keuntungannya adalah alur pembelian buku sekolah elektronik mudah karena semua berasal dari internet. Para pembeli buku sekolah elektronik bisa masuk ke dalam website penerbit yang menerbitkan buku elektronik, memilih buku yang diinginkan, membayar buku tersebut ke rekening penerbit, lalu mengirimkan bukti pembayaran yang sudah di fotokopi ke alamat penerbit, dan akhirnya bisa mendownload buku elektronik tersebut dan menyimpannya kedalam komputer yang bisa dibuka kapanpun.

Kendala pertama dalam penggunaan buku sekolah elektronik mungkin terletak pada pemerintah yang terasa sangat dini dalam mengambil keputusan meluncurkan buku elektronik untuk sekolah menengah, mengingat internet saja masih belum ada di beberapa sekolah. Mungkin bagi kebanyakan sekolah di kota besar, internet sudah terjangkau. Bagaimana dengan yang di daerah. Pemerintah memang punya dalih sudah menyediakan dana, tetapi bukankah dana yang masuk saja sudah banyak dikorupsi oleh banyak orang yang terlibat dalam kepanitian pengadaan buku elektronik?dari kejadian tersebut bisa dilihat bahwa Indoensia bukanlah negara yang siap untuk pemakaian buku sekolah elektronik sehingga nantinya bukan manfaat yang di dapat melainkan kekacauan yang semakin terjadi. Salah satu lagi kendala buku elektronik belum bisa di akses adalah kecepatan data untuk mendapatkan buku sekolah elektronik juga menjadi keluhan bagi penduduk di pedalaman, misalnya di SMA Negeri Samarinda, ”Ternyata buku sekolah elektronik tersebut file-nya terlalu besar bisa mencapai lebih dari 500 megabit. Akibatnya penerimaanya bisa agak lama. ”Saya pernah mengunduh satu buku berukuran 623 megabit dan itu perlu waktu 15 menit, itu pun juga sudah menggunakan komputer terkini,” ujar Nur Taufik, guru informasi, SMA Negeri 5 Samarinda menurut Kompas.com.Ternyata, bagi para siswa yang ada di daerah, buku sekolah elektronik dibagikan dengan cara diknas membuat hard copy untuk dibagikan di Direktorat Jenderal Pendidikan Daerah agar didistribusikan di sekolah-sekolah di daerah tersebut. Bukankah hal itu menjadi sama saja, karena akhirnya bukan sekolah elektronik yang didapat malahan kertas yang di print kan sehngga tetap menjadi bentuk cetak Bukankah sama-sama memakai kertas ?



Kendala yang lain dalam pemakaian buku sekolah elektronik adalah peluncurannya yang selalu diundur oleh presiden, mungkin karena presiden tahu bahwa Indonesia masih belum siap atau karena urusan lain Hal inilah yang semakin membuat kita yakin bahwa sebenarnya Indonesia hanyalah salah satu negara yang mengikuti arus teknologi tinggi hanya tidak tahu bagaimana cara menggunakannya dan tidak didukung oleh kecakapan pendidikan. Sebagai contoh adalah pengadaan buku cetak pelajaran. Seorang siswa setiap tahun ajaran baru atau pun tiap kali pergantian semester harus mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah untuk membeli buku-buku pelajaran yang baru. Setiap tahun ajaran berubah, buku yang dipakai berubah pula. Bukankah hal ini semakin membuat rakyat kecil menderita. Kalau dengan pengadaan buku elektronik bisa menjawab menghemat bukankah sebaiknya prosedur melek internet segera digalakkan sehingga bisa memecahkan permasalahan buku yang merupakan momok bagi pelajar tiap tahun. Pertanyaannya adalah mengapa peresmian buku sekolah elektronik selalu diundur? Mungkin inilah sebuah pertanyaan yang ada dalam benak kita, padahal buku sekolah elektronik memang sudah ada di beberapa diknas di daerah-daerah kota besar.Mungkin jawaban yang paling pas saat ini adalah pemerintah memang belum siap memasarkan buku sekolah elektronik tersebut. Hal ini terlihat jelas pada berita-berita akhir-akhir ini yang nampak di koran yang menyebutkan ada saja masalah dalam pendistribuan buku sekolah elektronik bagi anak-anak sekolah.

Sebenarnya hal mendasar yang membuat kita masih bertanya-tanya adalah apakah dengan menggunakan buku sekolah elektronik tersebut sudah bisa memecahkan masalah pendidikan di Indonesia yang terkenal terbelakang dan lebih lambat dibanding dengan negara serumpun kita seperti Malaysia dan Singapura? Mungkin dalam hal mengurangi dampak global warming sudah jelas dampak penggunaan buku sekolah elektronik sangat dirasa manfaatnya yaitu mengurangi penggunaan kertas. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah Indonesia sudah siap menggantikan kertas dengan elektronik, sedangkan di banyak tempat di Indonesia sekarang sedang mengalami krisis listrik yang berkepanjangan. Bukankah buku sekolah elektronik semakin sulit diakses oleh anak sekolah dan dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa nantinya akan kembali kebentuk kertas yang harus di cetak ulang. Bukankah itu hasilnya akan sama saja?

Bagi kebanyakan orang yang berada, adanya buku sekolah elektronik mungkin merupakan salah satu kemudahan teknologi yang bisa dirasakan, tetapi apakah bagi masyarakat yang miskin, kemudahan teknologi yang satu itu bisa memecahkan masalah pendidikan? Bukankah untuk membeli komputer saja mereka tidak mampu, bagaimana dengan kemudahan untuk pembelian buku sekolah elektronik. Bukankah sebaiknya pemerintah menyediakan solusi yang cukup bijaksana mengingat rakyat kita berada di dua kelas yang sangat kontras yaitu kaya dan miskin. Solusi yang ditawarkan pemerintah memang benar yaitu menunda penggunaan buku sekolah elektronik.

Rabu, 15 Oktober 2008

Aku Sayang Bumiku - Indri (51406020)





Bumi planet tempat kita hidup ini cuma satu, kalau bukan kita yang merawat kira-kira siapa ya? Ya tentu semua yang ada di dalamnya donk, termasuk kita. Bayangkan deh kalau misalnya Bumi tidak bisa ditinggali lagi, mau pindah ke mana kita? Oleh karena itu, kita semua harus belajar menjaga dan merawat Bumi ini.

Banyak cara yang bisa kita lakukan buat menjaga Bumi ini agar tetap baik. Cara-caranya bisa dengan mudah kalian lakukan. Dimulai dari hal-hal kecil yang ada di sekitar kita, seperti misalnya kalau kalian membeli permen karet di swalayan.

Biasanya kalau kalian membeli permen atau kue di sekolah, bungkusnya dibuang ke mana? Pernah tidak kalian menyelipkan sampahnya di sela-sela kursi atau mungkin langsung saja dibuang di jalanan? Kakak harap kalian tidak melakukannya ya.

Bila membeli permen atau kue, jangan lupa membuang bungkusnya di tempat sampah yang ada di sekitar kalian. Setelah kalian selesai makan permen karet misalnya, bekas permen karetnya juga jangan lupa dibuang di tempat sampah. Bayangin deh, kalau misalnya bekas permen karetnya kalian buang di bawah meja sekolah atau di jalanan. Setelah itu, tanpa sengaja teman kalian menyentuh bawah meja yang ada bekas permen karet itu, atau mungkin karena sampah itu kalian buang di jalanan, terus ada orang yang tidak sengaja menginjaknya. Adik-adik, kalau seperti itu kira-kira apa yang akan terjadi terhadap mereka ya?

Pasti mereka bakal marah kalau tahu yang membuang sampah tersebut adalah kalian. Tentu kalian juga tidak mau kalau dimarahi orang tuanya gara-gara sudah mengotori anak mereka. Iya kan?

Kalau kalian tidak mau begitu, jangan lupa membuang bungkus makanan atau minuman di tempat sampah. Kalau kalian membuang sampah tersebut sembarangan, lalu hujan, kemudian sampah itu ikut terbawa juga oleh hujan. Akhirnya sampah yang kalian buang tadi malah membuat saluran air tersumbat, sehingga air tidak bisa lewat saluran itu dan membuat banjir di mana-mana.

Selain itu, ada baiknya kalau kita juga belajar membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Kalau kalian masih bisa bepergian dengan kendaraan umum, itu akan lebih baik. Atau kalian mau mencoba ke sekolah dengan bersepeda atau jalan kaki? Kan asyik, kita akan tambah sehat juga membantu mengurangi kadar CO2 di udara.

Kenapa sih kadar CO2 harus rendah?
Tahu kan kalau kadar CO2 tinggi akibatnya apa? Udara akan semakin tidak bersih dan penuh polusi. Kita akan sulit bernafas. Tumbuhan juga bakal sulit untuk berfotosintesis dan tumbuhnya akan lambat. Selain itu, kadar CO2 yang tinggi di udara akan membuat sinar matahari susah untuk keluar dan membuat suhu udara di Bumi semakin panas. Kalau sudah semakin panas, es yang ada di daerah kutub akan mencair. Bayangin deh, es sebanyak itu kalau mencair tentu akan membuat tinggi permukaan air laut meningkat. Setelah itu, air laut akan menggenangi seluruh pulau dan akhirnya pulau-pulau yang tingginya berada di bawah permukaan air laut tentu akan tenggelam. Dan mungkin sekali rumah kita juga ikut tenggelam.

Menakutkan bukan?
Oleh karena itu, ayo kita mulai menyayangi bumi kita ini. Lakukan saja apa yang kalian bisa. Sederhana bukan? Kalau semua orang bisa mengerjakan yang mereka bisa untuk Bumi kita, maka hasilnya akan besar sekali. Keadaan Bumi akan jauh lebih baik dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana.

Bagaimana adik-adik? Apakah kalian mau membuat Bumi kita tersenyum dengan menyayanginya?

Senin, 06 Oktober 2008

Teater atau Sinetron?

Dalam kehidupan yang penuh dengan berbagai aspek, seni muncul sebagai penyeimbang hidup kita selain rasio. Seni memiliki beberapa cabang yang sudah sangat kita kenal, contohnya seni musik, seni suara, seni tari, seni lukis, seni pertunjukan, dan lainnya. Salah satu cabang seni yang saat ini sedang sangat menjamur di tanah air adalah seni pertunjukan, baik sinetron, maupun teater. Banyak aktor dan aktris yang tergabung dalam keduanya, atau berpindah dari teater ke sinetron dan sebaliknya. Beberapa nama aktris dan aktor yang sudah sangat kita kenal yaitu Adi Kurdi, Butet Kertaradjasa, Cornelia Agatha, Happy Salma, Sarah Sechan, Wulan Guritno, Rachel Maryam, dan masih ada deretan nama-nama lainnya termasuk ke dalamnya.

Butet Kertaradjasa yang berangkat murni dari teater, mulai dikenal di dunia film Indonesia semenjak ia berperan sebagai salah satu tokoh di drama parodi politik di salah satu stasiun televisi swasta kita. Bahkan, beliau juga bermain dalam salah satu teater politik yang diputar di stasiun televisi swasta kita bersama dengan beberapa aktor teater yang –mungkin- kita tidak pernah tahu atau bahkan kita lihat sebelumnya. Bahkan, baru-baru ini ada suatu pementasan teater yang melibatkan beberapa pesinetron tenar di Indonesia.


Melihat fenomena ini, banyak sekali yang bertanya-tanya, ”Memang, apa sih bedanya teater dan sinetron?”.
Pertanyaan ini sangat sering diutarakan, bahkan oleh para pelaku (pemain teater dan sinetron) sendiri. Pertanyaan ini timbul juga karena ada beberapa pernyataan yang menyatakan bahwa dalam teater, kita dituntut untuk lebih ekspresif, pelatihan-pelatihan untuk menjadi pemain teater dikatakan sangat susah dan berat. Padahal, dalam kenyataannya, yang ditunjukkan dalam pementasan hampir sama dengan sinetron yang ada di televisi-televisi kita. Jadi, sebenarnya, apa sih perbedaannya?

Dari segi definisi kata, teater (theater) berasal dari kata Yunani, Theatron yang berarti ”tempat untuk menonton” adalah salah satu cabang seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting atau seni peran di depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari, dan lain-lain. Teater dapat berbentuk opera, ballet, kabuki, pantomim, taboo, dan lain sebagainya.
Sementara sinema elektronik, yang lebih dikenal dengan akronimnya yaitu sinetron, adalah sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita mengenai kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai oleh konflik. Akhir dari suatu sinetron bisa beragam, tergantung dari penulis skenario.

Dalam pelaksanaannya, sinetron memang lebih fleksibel, karena episodenya dapat diperpanjang berdasarkan kebutuhan, yang salah satunya untuk tujuan komersial. Misalnya, sinetronnya sedang naik daun, banyak iklan yang dipasang, dan berbagai alasan lainnya. Dalam teater, justru kita tidak dapat terlalu memperpanjang ceritanya, karena dapat membuat para penonton cenderung bosan. Dalam penayangan sinetron, ada iklan yang menjadi waktu rehat penonton, sementara dalam teater, penonton dituntut untuk berkonsentrasi pada keseluruhan pertunjukan yang disajikan.
Beberapa perbedaan secara teknis dan cara penyuguhan juga lumayan mencolok dalam teater dan sinetron. Dalam seni teater, pengucapan vokal harus sangat kuat, penggunaan ekspresi emosi harus extreme dan make-up panggung juga harus tegas dan sedikit lebih extreme, karena penampilan dilakukan di atas panggung, sehingga suara, ekspresi dan riasan wajah yang mendukung harus sampai hingga ke penonton di barisan paling belakang. Selain itu, penampilan show dari awal hingga akhir harus sempurna, karena tidak ada jeda maupun pengulangan adegan. Antar pemain harus benar-benar kompak dan slaing mengisi, karena bila salah satu kacau, maka hancurlah seluruh pertunjukkan.
Sementara itu, dalam seni drama sinetron, tidak memerlukan pengucapan vokal yang kuat, karena diperkuat dengan microphone, emosi tidak perlu kuat, karena akan diperkuat oleh kamera yang mengambil secara short shoot atau close up. Make up juga tidak harus berlebih, karena akan diperkuat dengan efek kamera. Setelah itu, adegan dapat diambil secara partial dan dapat diulang bila terjadi suatu kesalahan.

Berdasarkan beberapa ulasan di atas mengenai teater dan sinetron. Dimulai dari definisinya, penerapan, hingga perbedaan secara teknisnya, maka dapat disimpulkan, bahwa teater dan sinetron memanglah dua cabang yang berbeda dari suatu seni pertunjukan, tapi tetap saja merupakan suatu penampilan yang dikemas secara apik sesuai dengan standar masing-masing untuk dinikmati oleh penonton kalangannya masing-masing.

EVA TARIDA - 51406038 -